Minggu, 01 November 2015

HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN

Perusahaan Kontraktor Milik BUMN

1. PT. PP
 
PT Pembangunan Perumahan (Persero)Tbk, disingkat PT PP (Persero)Tbk namun lebih populer dipanggil PT PP atau PP saja, adalah salah satu BUMN yang bergerak di bidang perencanaan dan konstruksi bangunan (real estate). Perusahaan ini berdiri tanggal 26 Agustus 1953 dengan nama NV Pembangunan Perumahan. Namanya berganti menjadi PN Pembangunan Perumahan melalui Peraturan Pemerintah No 63 tahun 1960. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI no. 39 tahun 1971 statusnya berubah menjadi PT Pembangunan Perumahan (Persero).

Sebagai suatu BUMN, mayoritas (51%) kepemilikan saham PT PP dipegang oleh Pemerintah Republik Indonesia dan sisanya (49%) dipegang karyawan dan manajemen PT PP. Sejak IPO, mayoritas (51%) saham dipegang pemerintah, 21,4% saham publik dan 27,6% saham dipegang karyawan dan manajemen PT PP.

Bidang usaha utama BUMN ini adalah pelaksana konstruksi bangunan gedung dan sipil. PT PP juga mengerjakan bidang usaha terkait lainnya, seperti manajemen gedung, pengembangan properti dan realti.

2. PT. ADHI KARYA
 


PT. Adhi Karya merupakan perusahaan publik yang bergerak di bidang konstruksi yang bermarkas di Jakarta, Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1960 (bersamaan dengan berdirinya Wijaya Karya).

ADHI yang merupakan salah satu pelopor berdirinya BUMN konstruksi berhasil mempertahankan posisi yang kuat dalam persaingan industri ini. Berbekal sejarah panjang, ADHI  mampu  mempertahankan  reputasinya hingga saat ini

3. PT. TOTAL BANGUN PERSADA
 
 PT. Total Bangun Persada Tbk adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi yang berpusat di Jakarta. Perusahaan ini mulai fokus di bidang bangunan dan konstruksi pada tahun 1970. Awalnya berdiri dengan nama PT. Tjahja Rimba Kentjana. Perseroan mendapat banyak untung dari berbagai proyek pembangunan yang terdiri dari perumahan dan komersial. Lalu pada awal 1980an Perseroan melakukan restrukturisasi dan berubah nama menjadi Total Bangun Persada. Hingga saat ini perusahaan tersebut beroperasi dengan didukung oleh modal yang kuat dan tim manajemen yang berpengalaman.
 
 

4. PT. WIJAYA KARYA
 
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) adalah salah satu perusahaan konstruksi di Indonesia. Dari hasil nasionalisasi perusahaan Belanda, Naamloze Vennotschap Technische Handel Maatschappij en Bouwbedijf Vis en Co atau NV Vis en Co, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1960 dan Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (PUTL) No. 5 tanggal 11 Maret 1960, WIKA lahir dengan nama Perusahaan Negara Bangunan Widjaja Karja.
Dimulai sebagai sub-kontraktor, di akhir 1960-an WIKA berkembang menjadi pemborong pemasangan jaringan listrik tegangan rendah, menengah, dan tinggi. Di awal tahun 1970, WIKA memperluas usahanya menjadi perusahaan kontraktor sipil dan bangunan perumahan.
Perusahaan memasuki babak baru pada 20 Desember 1972. Melalui Akta No. 110, dibuat di hadapan Notaris Djojo Muljadi, perusahaan berubah status menjadi Perseroan Terbatas Wijaya Karya (Persero).
5. PT. WASKITA KARYA


PT Waskita Karya adalah Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang bergerak di bidang konstruksi. Perusahaan ini berasal dari nasionalisasi perusahaan Belanda Volker Aannemings Maatschappij N.V. pada tahun 1961 dan berubah bentuk menjadi persero pada tahun 1973.


6. PT. HUTAMA KARYA


PT Hutama Karya adalah Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang bergerak di bidang konstruksi. Perusahaan ini berawal dari perusahaan swasta Hollandsche Beton Maatschappij (HBM) milik Hindia-Belanda yang dinasionalisasi pada tahun 1961 menjadi PN Hutama Karya dan berubah nama menjadi PT Hutama Karya pada tahun 1973


Sumber:

HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN

 Contoh Proyek Kerjasama antara Pemerintah dan BUMN
“ Tol Bali Mandara”




Latar Belakang

Kota Bali merupakan kota yang menjadi pusat perhatian wisatawan dunia. Untuk mengantisipasi pertumbuhan pariwisata tersebut dibutuhkan sarana dan prasarana infrastruktur yang memadai. Terkait masalah transportasi, yang paling mendesak untuk ditangani adalah kemacetan yang terjadi di kawasan Bali Selatan, utamanya adalah Pelabuhan Laut Benoa dan Bandar Udara Ngurah Rai sebagai gerbang utama pintu masuk ke Bali.

Pembangunan jalan tol di Bali merupakan suatu upaya untuk mendukung masterplan program percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia (MP3EI) yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat

Identifikasi Proyek

Nama Proyek           : Proyek pembangunan Jalan Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa (Tol Bali Mandara).

Fisik                           : Jalan tol yang memiliki total panjang jalan 12,7 km merupakan jalan tol pertama yang melintas di atas permukaan laut.

Waktu pembangunan : waktu konstruksi selama 14 bulan lebih cepat dari rencana awal yaitu 18 bulan dan pembuatan studi kelayakan serta amdal selama 2 bulan.

Lokasi Proyek               : terletak di atas permukaan air laut di Teluk Benoa yang menghubungkan wilayah selatan Pulau Bali (kawasan Nusa Dua) dengan wilayah Kecamatan Denpasar Selatan, tepatnya kawasan Pelabuhan Benoa. Selain kedua wilayah ini, jalan tol ini juga diberikan akses menuju ke Bandara Internasional Ngurah Rai.

Tujuan Proyek

Untuk mendukung program pemerintah pusat MP3EI, tujuan utama lainnya dari pembangunan jalan tol ini adalah untuk menguraikan kemacetan yang kerap terjadi di ruas jalan By Pass Ngurah Rai Denpasar menuju titik-titik penting di daerah kota Denpasar (waktu tempuh sebelumnya 1-2 jam menjadi hanya 15 menit), yaitu akses menuju bandara internasional Ngurah Rai dan pelabuhan Tanjung Benoa yang merupakan pintu masuk menuju pulau Bali.

Organisasi Pelaksana dan Komposisi Pemegang Saham
PT Jasa Marga
55 %
PT Angkasa Pura I
8 %
PT Pelindo III
17.58 %
PT Pengembangan Pariwisata Bali
1 %
PT Adhi Karya
1 %
PT Hutama Karya
1 %
Wijaya Karya
0.4 %
Pemerintah Provinsi Bali
8.01 %
Pemerintah Provinsi Badung
8.01 %


Sumber Dana

Proyek yang menelan dana sebesar 2,4 Triliun Rupiah ini pun memiliki susunan kepemilikan sebagai berikut:

             Jasa Marga sebesar 60%

             PT Pelindo III sebesar 20%

             PT Angkasa Pura I sebesar 10%

             PT Wijaya Karya Tbk (Wika) sebesar 5%

             PT Adhi Karya Tbk sebesar 2%

             PT Hutama Karya Tbk sebesar 2%

             PT Pengembangan Pariwisata Bali sebesar 1%

Dampak Positif

             Penyerapan sekitar 3000 tenaga kerja pada saat proses pembangunannya

             Mengurai kemacetan (waktu tempuh sebelumnya 1-2 jam menjadi hanya 15 menit)

             Sinergi BUMN mencerminkan pembangunan tidak terhambat oleh pendanaan

             Memberi nilai lebih sebagai kota tujuan wisata (landmark baru Pulau Bali)

 Dampak Negatif

             Potensi kapitalisme tinggi, bertentangan dengan adat budaya

             Tarif tol yang relatif tinggi akibat investasi tidak berasal dari biaya APBN murni
             Jumlah kendaraan pribadi meningkat



Contoh Proyek Kerjasama antara Pemerintah dan Investor Asing

“ Tol Cikampek-Palimanan”




Proyek tol Cikampek-Palimanan sepanjang 116 Km menjadi proyek tol pertama yang akhirnya terealisasi oleh investor asal Malaysia. Perusahaan pemegang konsesi tol yaitu Lintas Marga Sedaya (LMS) mayoritas sahamnya dipegang oleh Plus Expressways Berhad pemegang konsensi tol terbesar di Malaysia.

Menteri Kerja Raya Malaysia Datuk Seri Shaziman Bin Abu Mansor mengatakan akan mengedepan profesionalisme dalam pembangunan dan pengoperasian tol yang digarap oleh perusahaan mereka meski ini yang pertama di Indonesia.

Ia juga berharap pembangunan tol ini akan mempererat hubungan kerjasama Indonesia dengan Malaysia. Untuk itu ia meminta dukungan penuh dari pemerintah Indonesia agar proyek ini bisa sukses terealisasi.

Sementara itu Presiden Direktur PT LMS Muhammad Fadzil menambahkan pihaknya optimistis pencairan pendanaan pinjaman dari sindikasi perbankan akan segera terealisasi dengan nilai kurang lebih Rp 8,8 triliun. Saat ini pihak pemimpin sindikasi yaitu Bank Mandiri dan BCA sudah berkomitmen, termasuk ketertarikan bank-bank peserta sindikasi, di Indonesia maupun Malaysia.

Ia menambahkan bank-bank dari Malaysia seperti Maybank Islamic juga berminat. Setidaknya ada 3-4 bank di Malaysia yang sangat tertarik ikut dalam sindikasi. Menurutnya estimasi dana proyek Rp 12,5 triliun tak ada perubahan untuk pembangunan 30 bulan ke depan.

PT Lintas Marga Sedaya (LMS) merupakan perusahaan patungan dengan kepemilikan perusahaan Malaysia, Plus Expressways Berhad (55%), dan PT Baskhara Utama Sedaya (45%).
Plus Expressways Berhad adalah anak perusahaan UEM Group Berhad Malaysia. Sementara itu PT Baskhara Utama Sedaya merupakan konsorsium terdiri dari PT Interra Indo Resources, PT Bukaka Teknik Utama dan PT Baskhara Lokabuana.






Sumber: